Kata-kata Negatif Vs Kata-kata Positif

Coba diingat-ingat, dalam sehari, berapa kali kah anda berkata negatif ?
kata-kata seperti "Saya tidak kaya, saya tidak pandai, saya tidak mau", dan lain-lain lama kelamaan akan menjadi suatu pembenaran di dalam mental anda.
Kata-kata Negatif yang terlalu sering diucapkan akan dianggap sebagai suatu kebenaran oleh alam bawah sadar anda.

Langkah paling sederhana untuk mencegahnya, adalah berusahalah untuk tidak mengatakannya. Tapi apabila memang terpaksa harus mengatakannya, cobalah untuk mengubahnya dari kata NEGATIF menjadi kata POSITIF.

Berkawan Dengan Angin

Ada Sebuah Pertanyaan :
“Apa jadinya bila pesawat terbang, ketika terbang tidak mendapatkan gerak angin?”
Atau yang lebih kecil lagi.
“Bagaimana kita akan mampu menaikan sebuah layang – layang jika tidak ada hembusan angin?”

Sebuah layang–layang akan mampu diterbangkan jika disekitarnya banyak terpaan angin, baik angin sepoi–sepoi maupun angin besar. Ketika angin tidak berhembus, seberapa besarpun usaha kita untuk menaikan layang–layang. Tentunya yang ada hanya rasa lelah. Karena layang–layang hanya mampu naik dan kemudian langsung turun. Berbeda ketika ada terpaan angin. Sekali tarik, jika anginnya besar dia akan langsung naik ke angkasa.

Bagaimana dengan bisnis dan usaha yang kita jalani saat ini? Apa hubungannya dengan layang – layang?. Dalam mengelola bisnis tentunya kita akan mengalami berbagai macam terpaan dan masalah-masalah yang akan muncul. Entah persaingan dengan kompetitor, entah sales yang gak anik-naik, entah cashflownya minus. Yaah pokoknya macam macamlah. Tetapi sesungguhnya masalah itu adalah “angin” untuk menaikan kondisi bisnis kita. kita harus meawan arus “angin” tersebut. Maka bisnis kita akan selalu dan selalu naik keatas.

Bagaimana ketika anginnya bertambah kencang atau dengan kata lain masalah yang timbul dalam bisnis kita bertambah berat?. Sama seperti layang-layang, ketika kita merasakan terpaan angin yang kencang. Cobalah ulurkan tali layang – layangnya, maka benang atau tali layang-layang tidak akan putus. Sama seperti bisnis kita. Ikuti saja dulu arus yang bergerak dipasar. Baru setelah masalah mulai mereda tarik kembali tali bisnisnya. Maka bisnis dan usaha Anda akan tetap terbang di udara.

Jadi jangan takut dengan masalah yang terjadi pada bisnis kita, justru itu adalah “angin” yang akan menerbangkan usaha dan bisnis kita. Berkawan Dengan Angin..

Kearifan Seperti Emas

Seorang pemuda mendatangi Seorang Sufi yang terkenal Bijak dan bertanya,


"Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berbusana apa
adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti sekarang ini
berbusana sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan
melainkan juga untuk banyak tujuan lain ?" Sang sufi hanya tersenyum.

Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata,
"Anak muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu
hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana.
Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?..."

Melihat cincin Sang Sufi yang kotor, pemuda tadi merasa ragu,
"Satu keping emas?... Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga
itu."

"Cobalah dulu, anak muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada
pedagang kain, pedagang sayur mayur, penjual daging dan ikan, serta
kepada beberapa pedagang yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani
membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping
perak. Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu
keping perak.

Ia kembali ke padepokan Sang Sufi tersebut dan melapor,
"Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."

sang Sufi tersebut, sambil tetap tersenyum arif, berkata,
"Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba
perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka
harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada sang
Sufi dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, "Guru, ternyata
para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini.
Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai
cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para
pedagang di pasar."

sang Sufi tersenyum simpul sambil berujar lirih,
"Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi anak muda. Seseorang tak bisa
dinilai dari pakaiannya. Hanya para pedagang sayur, ikan dan daging di
pasar yang menilai demikian. Namun tidak bagi pedagang emas. Emas dan
permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai
jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk
menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa
menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat
sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata Loyang biasa dan yang
kita lihat sebagai Loyang biasa ternyata emas."

Mengapa Beruang Tumbuh Besar

Dikisahkan seekor beruang yang bertubuh besar dengan sabar sedang
menunggu seharian di tepi sungai deras. Saat itu memang tidak sedang
musim ikan. Sejak pagi hari ia berdiri di sana mencoba meraih ikan yang
meloncat keluar air. Namun, tak satupun juga ikan yang berhasil ia
tangkap. Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya... Tapp... ia dapat
menangkap seekor ikan kecil. Ikan yang tertangkap menggelepar-gelepar
dan menjerit ketakutan.

Si ikan kecil itu meratap pasrah pada sang beruang, "Wahai beruang,
tolong lepaskan aku."

"Mengapa," tanya sang beruang.
"Tidakkah engkau lihat, aku ini terlalu kecil, bahkan bisa lolos lewat
celah-celah gigimu," rintih sang ikan.

"Lalu kenapa?" tanya beruang lagi.
"Begini saja, tolong kembalikan aku ke sungai. Setelah beberapa bulan
aku akan tumbuh menjadi ikan yang besar. Di saat itu kau bisa
menangkapku dan memakanku untuk memenuhi seleramu," kata ikan.

"Wahai ikan, kau tahu mengapa aku bisa tumbuh begitu besar?" tanya
beruang.
"Mengapa?" ikan balas bertanya sambil menggeleng-geleng kepalanya.
"Karena aku tak pernah menyerah walau sekecil apa pun keberuntungan yang
telah tergenggam di tangan!" jawab beruang sambil tersenyum mantap.

"Ops!" teriak sang ikan.
Bila kita menghargai kesempatan yang kecil, maka ia akan menjadi sebuah
kesempatan yang besar.

(Dikisahkan kembali dari Tsai Chih Chung, The Illustrated Heart Sutra)

Jangan Menilai Handphone dari Casingnya, Lihatlah Isinya Bukan Wadahnya

Berikut cerita dari Ust Jamil Azzaini  semoga dapat memberi pencerahan,

Al kisah dahulu kala di sebuah kerajaan terdapat seorang penasehat kerajaan yang sangat disegani. Penasehat ini buruk rupa dan bongkok, namun kata-katanya sangat didengar oleh raja. Melihat fakta ini, putri sang raja heran dan iri.

Suatu saat sang putri mengejek dan bertanya kepada penasehat ini,
“Jika engkau bijaksana, beritahu aku mengapa Tuhan menyimpan kebijaksanaan-Nya dalam diri orang yang buruk rupa dan bongkok?”

Penasehat itu balik bertanya,  “Apakah ayahmu mempunyai anggur?”
Sang putri langsung menjawab,  “Semua orang tahu ayahku mempunyai anggur terbaik, pertanyaan bodoh macam itu?”

Sang penasehat kemudian bertanya lagi, “Dimana ia meletakkannya?”
Sang putri menjawab dengan cepat, “Yang pasti di dalam bejana tanah liat.”
Mendengar itu, sang penasehat tertawa sambil berkata, “Seorang raja yang kaya akan emas dan perak seperti ayahmu menggunakan bejana tanah liat?”

Mendengar itu putri raja berlalu meninggalkannya dengan rasa malu. Ia segera memerintahkan pelayan memindahkan semua anggur yang ada di dalam bejana tanah liat ke dalam bejana yang terbuat dari emas dan perak.

Suatu hari sang raja mengadakan jamuan bagi para tamu kerajaan. Alangkah terkejutnya raja karena anggur yang diminumnya rasanya sangat masam. Akhirnya ia memanggil semua pelayan istana dan tahulah sang raja bahwa itu adalah ulah putrinya.

Putri raja berkata kepada penasehat kerajaan, “Mengapa engkau menipuku? Aku memindahkan semua anggur ke dalam bejana emas tapi hasilnya semua anggur terasa asam.”

Dengan tenang penasehat kerajaan menjawab, “Sekarang engkau tahu mengapa Tuhan lebih suka menempatkan kebijaksanaan dalam wadah yang sederhana.”

Jadi, jangan pernah tertipu wadah atau penampilan seseorang. seperti kata Oom Tukul "Jangan Menilai Handphone dari Casingnya" Orang yang berpenampilan necis dan klimis jangan-jangan memiliki utang kartu kredit yang besar. Sementara orang yang sederhana dan biasa ternyata justru sudah memiliki kebebasan finansial dan tidak terlilit hutang. Oleh karena itu, biasakanlah melihat isinya bukan wadahnya. Jadilah orang yang rendah hati, sederhana dan bersahaja.

Bila cerita ini bermanfaat, silahkan dishare sebanyak-banyaknya Terima kasih

Nasihat Saudagar Kaya

Dahulu kala ada Seorang Saudagar kaya raya yang mempunyai 2 orang anak.
Sebelum meninggal Saudagar tersebut membagi hartanya sama rata kepada
dua kakak beradik tersebut dan berpesan dua hal:
PERTAMA jika mereka pergi dari rumah ke toko jangan sampai mukanya
terkena sinar matahari.
KEDUA jangan menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadamu,
Dan Sang Waktu pun berjalan terus. Beberapa tahun setelah ayahnya
meninggal anak yang sulung bertambah kaya sedang yang bungsu menjadi
semakin miskin.
Ibunya yang masih hidup menanyakan hal itu kepada mereka.
Anak yang bungsu menjelaskan :
"Inilah akibat saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan supaya kalau
saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh
terkena sinar matahari. Akibatnya saya harus naik kendaraan dan membawa
payung. Sebetulnya dengan jalan kaki saja cukup, tetapi karena pesan
ayah demikian maka akibatnya pengeluaranku lebih banyak dan Ayah juga
berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang
berhutang kepadaku, dan sebagai akibatnya modalku susut karena orang
yang berhutang kepadaku tidak membayar sementara aku tidak boleh
menagih."
Kepada anak yang sulung yang bertambah kaya, ibupun bertanya hal yang
sama.
Jawab anak sulung:
" Ini semua adalah karena saya mentaati pesan ayah. Karena ayah berpesan
supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka
saya tidak pernah menghutangkan kepada orang lain sehingga dengan
demikian modal tidak susut. Juga ayah berpesan agar supaya jika saya
berangkat ke toko atau pulang dari toko tidak boleh terkena sinar
matahari, maka saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang
sesudah matahari terbenam. Akibatnya toko saya buka sebelum toko lain
buka, dan tutup setelah toko yang lain tutup. Sehingga karena kebiasaan
itu, orang menjadi tahu dan tokoku menjadi laris karena mempunyai jam
kerja lebih lama."