Asset nyata dan Asset yang tidak berwujud

Kita mungkin pernah mendengar tentang asset, secara sederhananya segala sesuatu yg memiliki nilai ekonomis dapat kita anggap sebagai asset. Secara kasat mata kita bisa membedakannya dengan, asset nyata yang bisa 'dilihat' atau istilahnya tangible asset, dan asset yang tidak berwujud atau istilahnya intangible asset,

Biasanya kalau orang mengatakan tentang asset, yang dia maksudkan adalah asset nyata, seperti properti, tabungan, saham, ternak, emas, dan sebagainya. Sedangkan asset yang tidak berwujud adalah ketrampilan, pengetahuan, ide yang tidak bisa diukur secara nyata nilainya.

Berikut ada sebuah kejadian yang menggambarkan tentang asset nyata dan asset yang tidak berwujud
Suatu hari si Joko datang ke Kamar Kost temannya, Si Paijo. Dia melihat dispenser punya paijo ganti dengan yang baru,

Joko : "Dispensermu ganti baru ya? yang lama kenapa?."
Paijo : "Bocor tuch. Bikin Air Galon saya cepat habis saja."
Joko : "Trus sekarang di mana? Dibuang?"
Paijo : "Belum sempat. Masih ada di belakang."
Joko : "Gimana kalo kubawa saja? daripada di sini juga gak dipakai cuma penuh-penuhin tempat.
Paijo : "OK lah Kalau begitu."

Akhirnya si Joko membawa dispenser bocor milik Paijo tsb ke kamar kostnya dan mulai mencoba memperbaikinya. Karena dia tidak punya obeng, dipinjamnya obeng dari kamar sebelah.

Setelah berhasil dibuka, terlihat bahwa yang bocor adalah kerannya, keran tersebut pecah karena kepanasan. Dibelinya keran baru di toko terdekat seharga Rp.6500,-. Beberapa saat kemudian, selesailah penggantian keran yang bocor tsb. Sambil memperbaiki, sekalian dia bersihkan dispenser tsb biar terlihat menarik.

Selesai membersihkan dan mengembalikan obeng, si Joko menempelkan selembar pengumuman di depan pintu gerbang kostnya,

“Dijual Murah, Dispenser Second masih mulus dan bagus. Harga Rp.85.000,-. Hubungi 0815 999 xxxx”

Tidak berapa lama ada orang yang menghubungi dan tertarik melihat dispensernya

Pembeli : “Ini dispensernya? Dusnya ada nggak?.”
Joko : “Ga ada. cuma ada dispensernya aja. Masih panas, insulasinya juga masih bagus. Masih mulus lagi.”
Pembeli : “Rp.75.000,- kalo boleh, saya ambil sekarang.”
Joko : “Humm... OK lah kalo begitu.”
Pembeli : “Deal ya, saya angkut sekarang"

Apa modal si Joko?

Kemampuan mereparasi?
Modal Rp.6500,- membeli keran dispenser baru?
Perhatiannya terhadap kondisi temannya?
Kemampuan meminjam obeng?
Kemampuan membuat pengumuman? atau
Kemampuannya membersihkan dispenser?
Semuanya benar.

Modal Si Joko adalah asset yang tidak berwujudnya. Sedangkan asset nyatanya berupa dispenser rusak, obeng dia dapatkan tanpa uang.

Banyak orang berfokus pada asset nyatanya ketika akan memulai usaha, dan lupa untuk memupuk asset yang tidak berwujudnya. Akibatnya usahanya tidak bertahan lama. Padahal sesungguhnya asset nyata akan berkumpul pada orang-orang yang memiliki asset yang tidak berwujud.

Dan orang yang tidak memiliki intangible asset akan mudah kehilangan asset nyatanya.

Contohnya ketika seseorang mau meminjamkan mobilnya, pasti kepada orang yang memiliki SIM. Orang yg memiliki mobil tanpa mempunyai SIM, mungkin harus merelakan mobilnya untuk dikendarai oleh supirnya yang mempunyai SIM.

Bagaimana dengan asset-asset anda?

Nasruddin dan para cendekiawan

Alkisah, suatu saat terdengar kabar bahwa Nasruddin memberikan pernyataan di desa-desa terdekat dengan mengatakan:

"Orang-orang yang disebut bijak adalah bodoh dan bingung,"

Para ulama, filusuf dan para cendekiawan yang memdengar kabar tersebut merasa bahwa Nasruddin menodai kehormatan mereka, mereka menuduh nasruddin sebagai seorang tukang pengada-ada dan merusak keamanan negeri. Nasruddin ditangkap dan kasusnya diajukan ke Pengadilan Raja.

"Anda boleh bicara lebih dulu." Kata Raja

"Berilah saya pena dan kertas." Jawab Nasruddin

kemudian sang Raja memberikan pena dan kertas kepada Nasruddin.
Nasruddin kemudian membagikan pena dan kertas masing-masing kepada tujuh cendekiawan tersebut

"Biarlah mereka secara terpisah menulis jawaban atas pertanyaan berikut: "Apakah roti itu?'"

Ketujuh ulama itu telah menulis jawaban masing-masing atas pertanyaan Nasruddin tadi. Kertas jawabannya diserahkan kepada raja yang kemudian membacanya dengan keras satu per satu:

Cendekiawan pertama menulis : "Roti adalah makanan."
Cendekiawan kedua mengatakan: "Roti terdiri dari campuran tepung dan air."
Cendekiawan ketiga : "Itu adalah sebuah adonan yang dibakar."
Cendekiawan keempat : "Sebuah pemberian Allah."
Cendekiawan kelima : "Berubah-ubah, menurut bagaimana kita mengartikan roti."
Cendekiawan keenam : "Roti adalah zat yang mengandung nutrisi."
Cendekiawan ketujuh mengatakan : "Tidak seorang pun yang tahu dengan jelas."

Setelah mendengar semua jawaban itu, Nasruddin berkata kepada raja,

"Bagaimana Yang Mulia bisa meyakini penilaian dan pertimbangan bagi orang-orang tersebut? Jika mereka saja tidak bisa menyepakati sesuatu yang dikonsumsinya sehari-hari, bagaimana mereka bisa dengan suara bulat menyebut saya seorang tukang pengada-ada?"

Belajar dari Nelayan Jepang

Masyarakat Jepang sejak turun temurun menyukai ikan segar. Tetapi dalam beberapa dekade ini tidak banyak ikan yang tersedia di perairan yang dekat dengan Jepang .

Jadi untuk memenuhi permintaan masyarakat Jepang akan ikan segar, kapal-kapal penangkap ikan dibuat lebih besar dari sebelumnya hingga dapat mencari ikan lebih jauh. Semakin jauh para nelayan pergi, semakin
lama waktu yang dibutuhkan untuk membawa hasil tangkapan itu ke daratan. Jika perjalanan pulang mencapai beberapa hari, ikan tersebut menjadi tidak segar lagi. Orang Jepang tidak menyukai rasanya. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan perikanan memasang freezer di kapal mereka. Mereka akan menangkap ikan dan langsung membekukannya di laut. Freezer memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi semakin jauh dan lama. Namun, orang Jepang dapat merasakan perbedaan rasa antara ikan segar dan beku, dan mereka tidak menyukai ikan beku. Ikan beku harganya menjadi lebih murah.

Untuk mengatasi masalah ini perusahaan perikanan memasang tangki-tangki penyimpan ikan di kapal mereka. Para nelayan akan menangkap ikan dan langsung menjejalkannya ke dalam tangki hingga berdesak-desakan. Setelah selama beberapa saat saling bertabrakan, ikan-ikan tersebut berhenti bergerak. Mereka kelelahan dan lemas, tetapi tetap hidup. Namun, orang Jepang masih tetap dapat merasakan perbedaannya. Karena ikan tadi tidak bergerak selama berhari-hari, mereka kehilangan rasa ikan segarnya. Orang Jepang menghendaki rasa ikan segar yang lincah, bukan ikan yang lemas. Bagaimanakah perusahaan perikanan Jepang mengatasi masalah ini? Bagaimana mereka membawa ikan dengan rasa segar ke Jepang? Bagaimana ikan Jepang tetap Segar?

Solusi terbaiknya sederhana,

Untuk menjaga agar rasa ikan tersebut tetap segar, perusahaan perikanan Jepang tetap menyimpan ikan di dalam tangki. Tetapi kini mereka memasukkan seekor ikan hiu kecil ke dalam masing-masing tangki. Memang ikan hiu memakan sedikit ikan, tetapi kebanyakan ikan sampai dalam kondisi yang sangat hidup. Ikan-ikan
tersebut tertantang.

Seperti masalah ikan di Jepang tadi, solusi terbaiknya sederhana. Hal ini diamati oleh L. Ron Hubbard di awal 1950-an.

 "Orang berkembang, anehnya, hanya dalam kondisi lingkungan yang menantang"

Begitu anda mencapai tujuan-tujuan anda, seperti :
- mendapatkan jodoh
- memulai perusahaan yang sukses
- membayar hutang-hutang anda
- atau apapun,

anda dapat kehilangan gairah anda. Anda tidak perlu bekerja demikian keras sehingga anda bersantai. Anda mengalami masalah yang sama dengan para pemenang lotere yang menghabiskan uang mereka, pewaris kekayaan yang tidak pernah tumbuh dewasa, dan para ibu rumah tangga jemu yang kecanduan obat-obatan resep. Jika anda telah mencapai tujuan anda, rencanakanlah tujuan yang lebih besar lagi.

Begitu kebutuhan pribadi atau keluarga anda terpenuhi, berpindahlah ke tujuan untuk kelompok anda, masyarakat, bahkan umat manusia.Jangan ciptakan kesuksesan dan tidur di dalamnya. Anda memiliki sumber daya, keahlian, dan kemampuan untuk membuat perubahan.

Keuntungan dari sebuah Tantangan:

Semakin cerdas, tabah dan kompeten diri anda, semakin anda menikmati masalah yang rumit. Jika takarannya pas, dan anda terus menaklukan tantangan tersebut, anda akan bahagia. Anda akan memikirkan tantangan-tantangan tersebut dan merasa bersemangat. Anda tertarik untuk mencoba solusi-solusi baru. Anda senang. Anda hidup!

Jangan menghindari tantangan, melompatlah ke dalamnya dan taklukanlah. Nikmatilah permainannya. Jika tantangan anda terlalu besar atau terlalu banyak, jangan menyerah. Kegagalan jangan membuat anda lelah, sebaliknya, atur kembali strategi. Temukanlah lebih banyak keteguhan, pengetahuan, dan bantuan.

Jadi, masukkanlah seekor ikan hiu di tangki anda dan lihat berapa jauh yang dapat anda lakukan dan capai !

Cerita Lalat dan Semut Merah

Dikisahkan suatu cerita, ada beberapa ekor lalat yang nampak terbang berpesta diatas sebuah tong sampah didepan sebuah rumah. Suatu ketika anak sang pemilik rumah keluar dan lupa tidak menutup kembali pintu
rumah.

Kemudian muncul seekor lalat yang bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung terbang menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat.

"Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar" katanya.

Setelah kenyang si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang.

Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan dan esok paginya nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai

Tak jauh dari tempat itu nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.

Dalam perjalanan seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua

"Ada apa dengan lalat ini Pak?, mengapa dia sekarat?".

"Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita"

Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi

"Aku masih belum mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? mengapa tidak berhasil?".

Masih sambil berjalan dan memangggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab

"Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama".

Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak serayamelanjutkan perkataannya namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius

"Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama namun mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini".